TRIBUNNEWS - KELENTENG
Talang mungkin contoh persahabatan sejati antara Konghucu dan Islam. Bangunan
itu berdiri sejak zaman Laksamana Cheng Ho, yang berkeliling Pulau Jawa pada
abad ke-15.
Menurut
Ketua Majelis Agama Konghucu Indonesia Kota Cirebon, Teddy Setiawan, kelenteng
ini awalnya merupakan tempat persinggahan atau kantor perwakilan perdagangan
Cina pada masa Cheng Ho. Tak sedikit orang menganggap, dulunya, Kelentang
Talang ini bangunan masjid.
Kelenteng
ini satu-satunya yang berbeda dengan kelenteng lain di Cirebon. Tak ada ornamen
naga di atas atap dan menghadap ke laut, tapi orang bisa melihat gong keemasan
atau genta di ruang utama. Pengunjung pun bisa membaca berbagai kata-kata bijak
yang tertera di luar dan di dalam kelenteng itu.
“Bukan
masjid, tapi dulu anak buah Cheng Ho yang beragama Islam memang beribadah di
sini,” ujar Teddy ketika ditemui Tribun di Kelenteng Talang, Jalan Talang, Kota
Cirebon, Kamis (7/2/2013). Pria yang bernama lain Ciu Kong Giok itu mengatakan
itu lantaran Kelenteng Talang merupakan satu-satunya bangunan yang ada kala
itu.
Selain
itu, kedekatan Konghucu dan Islam juga diperkuat oleh bendahara Keraton Cirebon
saat itu, Tan Sam Cay Kong, yang sering berdoa di tempat itu. Nama menteri
keuangan itu pun masih tertera di sebuah altar di rumah ibadah itu. Di atas
altar itu tertera tulisan “Mengurus Keuangan dengan Jujur”.
Altar
itu di sisi altar Nabi Konghucu (pendiri ajaran Konghucu) yang dilengkapi
tulisan “Kebajikannya Manunggal dengan Langit dan Bumi”. Selain itu, pun ada
papan yang menjelaskan garis keluarga Wali Songo yang masih memiliki darah
Tionghoa. Ikatan antara agama Konghucu dan Islam masih tetap hingga sekarang.
Selain
ramai pada perayaan Imlek, Kelenteng Talang juga menjadi tempat sahur dan buka
puasa warga muslim pada masa puasa. “Kami juga membagi sembako (sembilan bahan
pokok) kepada warga tidak mampu di sekitar kelenteng menjelang Imlek dan pada
saat Ramadan,” kata Teddy.
Bahkan,
pada masa puasa 2012, istri mantan presiden Abdurrahman Wahid alias Gusdur,
Sinta Nuriyah Wahid, makan sahur di Kelenteng Talang. Gusdur serta mantan
presiden Megawati Soekarnoputri juga pernah berkunjung ke kelenteng itu.
Menjelang perayaan Imlek pada 10 Februari ini, Teddy dan kawan-kawan pun
berbagi sembako.
“Tidak
banyak, sekitar 400 hingga 500 bungkus,” katanya sambil menunjuk
kantong-kantong plastik di ruang pertama dari pintu masuk. Para pengambil
sembako menukarkannya dengan kupon yang mereka terima sejak Sabtu (2/2). “Mereka
cukup menunjukkan KTP dan kartu keluarga untuk mendapat kupon.”
Kesibukan
lain di kelenteng itu pun terlihat. Kemarin, siang hingga sore, beberapa orang
sibuk memasang lampion yang didominasi merah plus sedikit warna keemasan. Di
ruang lain, seorang lelaki sedang membetulkan bentuk beberapa gong dan
membersihkannya.
Biokong
atau perawat Kelenteng Talang, Eng Way (62), bersama seorang rekannya menuju
ruang penyimpanan kepala-kepala barongsai. Beberapa di antaranya dipakai saat
merayakan pergantian tahun Cina Sabtu malam. Menurut Eng, dua di antara kepala
barongsai itu asli buatan Taiwan.
Di
ruang yang sama juga ada dua tambur besar yang biasa ditabuh untuk mengiringi
tarian barongsai. Di ruang lain, di sisi kiri Kelenteng Talang, Arif (24) dan
Paulus (30) sibuk menyambungkan kabel-kabel ke kembang-kembang api elektrik di
dalam sejumlah dus.
Keduanya
mengatakan ukuran kembang-kembang api elektrik itu terbilang besar dengan
selongsong 1,2-1,8 inci. “Ini cukup dinyalakan selama setengah jam,” kata Arif.
Eng menyebutkan semua kembang api itu sumbangan dari seorang donatur di
Jakarta. Tahun ini, ucap Eng, jumlahnya lebih banyak.
Jika
datang sejak siang hari, setidaknya pengunjung bisa menikmati lukisan indah
pada pagar dinding di sisi kiri. Lukisan pertama bercerita tentang Nabi
Konghucu yang sedang mengajar para pengikutnya. Lukisan kedua adalah cerita
keperkasaan Jenderal Kwan Tee Kun yang patungnya juga ada di dalam Kelenteng
Talang.
Laporan
wartawan Tribun Jabar, Tarsisius
Sutomonaio
sumber: Klik teng riki jeh...