Cokek Losari, akulturasi Musik Tionghoa dan Gamelan Cirebon

Para pemain Cokek Losari Cirebon dalam rangkaian perayaan Imlek di Vihara Welas Asih Cirebon. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)
Liputan6.com, Cirebon – Cirebon merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki sejarah panjang di Indonesia. Beragam warisan sejarah, budaya, dan seni sebagian besar masih dilestarikan, meski tak mendapat perhatian sepenuhnya dari pemerintah setempat.

Salah satunya adalah warisan kesenian musik Cokek yang berasal Desa Dukuh Widara, Kecamatan Pabedilan, Kabupaten Cirebon. Cokek Losari Cirebon ini tidak seperti kesenian yang ada di Betawi.

“Ini sudah lama turun-temurun, sekitar 200 tahunan, saya lupa tidak pernah tanya sejarahnya ke keluarga,” kata Pimpinan Sanggar Cokek Losari Cirebon, Surip, Kamis, 15 Maret 2018.
Surip menjelaskan, Cokek Losari merupakan seni musik daerah yang berasal dari Tiongkok. Cokek Losari selalu hadir setiap ritual masyarakat Tionghoa Cirebon.

Seperti upacara sembahyang, rangkaian acara Imlek, bahkan upacara kematian warga Tionghoa Cirebon. Surip mengatakan Cokek Losari ada sejak Cirebon berdiri.

“Saya sendiri tidak tahu sudah berapa generasi karena saya lahir ya sudah ada peralatan musik Cokek ini,” ujar Surip.

Dalam perkembangannya, kata Surip, dahulu di Kabupaten Losari terdapat empat sanggar seni musik Cokek. Namun, dari keempat sanggar tersebut, hanya sanggar Cokek Losari pimpinan Surip yang masih bertahan.
Pengamen Keliling
Dia menuturkan, Cokek Losari yang dipimpinnya saat ini memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang. Terutama saat sanggar tersebut di bawah kepemimpinan Bapak Wastar.

“Dulu Pak Wastar termasuk pendiri dan yang totalitas mengenalkan Cokek ke masyarakat khususnya Tionghoa di Cirebon. Dengan cara ngamen ke sana ke mari,” ujar dia.

Seiring berjalannya waktu, Cokek Losari mulai dikenal oleh masyarakat Tionghoa Cirebon. Bahkan, hingga saat ini, Cokek Losari selalu hadir dalam setiap rangkaian perayaan Imlek di Vihara Welas Asih Cirebon.

Dia mengatakan, seiring berjalannya waktu, salah seorang pendiri Cokek Losari bertemu dengan pengelola Kelenteng Welas Asih. Bapak Wastar, kata Surip, langsung mengajak sanggarnya tampil di vihara tersebut.

“Pemain Cokek juga turun-temurun dan sudah keluarga semua,” ucap dia.
Namun demikian, para pemain Cokek Losari Cirebon tidak murni memainkan lagu-lagu Mandarin saja. Musik yang dimainkan pada Cokek Losari pun mengikuti kultur dan tradisi di Cirebon.

Dalam setiap memainkan musik, para pemain Cokek Losari selalu berkolaborasi dengan unsur gamelan yang menjadi ciri khas Cirebon. Dia menyebutkan, pada Cokek Losari terdapat gamelan, kening, sompret, seruling, rebab, teh yan, kendang kecil, dan kencer.

Surip menjelaskan, kolaborasi musik Tiongkok dengan Gamelan Cirebon sudah diwariskan secara turun-temurun. Bahkan, Surip mengaku mendapat pesan dari pendahulunya agar melestarikan Cokek Losari dengan paduan musik kolaborasi.

“Lagu-lagunya tetap Mandarin, tapi dikolaborasikan dengan Gamelan Cirebon dari orang tua dulu juga sudah begitu dibuat versi gamelan agar menyatu dengan masyarakat Cirebon,” ujar dia.

Hingga saat ini, kata dia, Cokek Losari merupakan satu-satunya peninggalan kesenian Cirebon. Di tengah gempuran teknologi musik, Cokek Losari tetap konsisten dengan alirannya dan alat yang diwariskan secara turun-temurun.
sumbernya disini

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top