CIREBON-Akulturasi budaya di Cirebon sudah begitu melekat dengan masyarakat Tionghoa. Semua itu tentu tidak lepas dari sejarah panjang Cirebon. Wajar saja, ketika puluhan tokoh Tionghoa melakukan Grebeg Ngunjung ke Makam Putri Ong Tien dan Sunan Gunung Jati di Kecamatan Gunung Jati. Bersama keluarga dan kerabat keraton, mereka menggelar doa bersama di depan pintu makam Sunan Gunung Jati dan istrinya Putri Ong Tien, Sabtu (3/3). Para tokoh Tionghoa pun melakukan tabur bunga di pintu masuk kedua makam Putri Ong Tien dan Sunan Gunung Jati. Namun, saat memasuki lokasi kedua dua makam tersebut, seluruh pengunjung dilarang mengabadikan dengan foto. Pantauan Radar Cirebon, makam Putri Ong Tien tampak sederhana. Hanya tumpukan batu bata dan maesan (batu nisan). Kehadiran Putri Ong Tien di Cirebon mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan Cirebon. Sebab, perkembangan Cirebon kala itu cukup pesat, terutama pada pengaruh dan akulturasi budaya. Filolog Cirebon R Ahmad Rafan Safari Hasyim MHum menuturkan, Grebeg Ngunjung ini merupakan perdana yang digelar keturunan etnis Tionghoa di Cirebon. Tujuannya ingin membuka sejarah dulu yang sempat terlipat. Bagaimana pun juga sejarah perlu dipelajari kembali. “Awal mula keinginan etnis Tionghoa membuka sejarah masa lalu itu bermula dari terbentuknya Paguyuban Keratuan Singapura yang mempunyai program seminar lokal, nasional hingga internasional. Kemudian kami menggagas Grebeg Ngunjung ke Makam Putri Ong Tien dan Sunan Gunung Jati,” beber pria yang akrab disapa Opan. Dia menceritakan, secara singkat kedatangan Putri Ong Tien Nio ke Cirebon. Berdasarkan naskah-naskah sejarah Cirebon dulu itu, Kanjeng Sunan Gunung Jati melakukan kunjungan ke Negeri Tar-Tar. Namun, keberadaan Negeri Tar-Tar ini masih menjadi perdebatan. “Yang jelas Sunan Gunung Jati di sana berdakwah sampai masuk ke wilayah Kekaisaran China. Dan, salah satu putri dari kaisar China di masa Dinasti Ming adalah Putri Ong Tien Nio,” terang Opan yang juga keturunan dari Keratuan Singapura. Singkat cerita, Putri Ong Tien rela menempuh perjalanan jauh ke Jawa demi menjadi istri Sunan Gunung Jati. Mengingat Sunan Gunung Jati yang telah pulang lebih dulu ke Cirebon. “Akhirnya mereka pun menikah dan dikaruniai seorang anak. Namun, keturunan pertama itu meninggal dunia. Usia pernikahan Putri Ong Tien dengan Sunan Gunung Jati pun tidak berlangsung lama. Empat tahun lamanya. Setelah itu Putri Ong Tien meninggal dunia. Makamnya di lokasi dakwah (pesantren) Sunan Gunung Jati dan berdekatan dengan makam suaminya, Sunan Gunung Jati,” paparnya. Opan menjelaskan, meskipun usia pernikahan mereka hanya empat tahun, tapi kehadiran Putri Ong Tien mempunyai pengaruh besar di tanah Cirebon. Terutama pada pengaruh dan akulturasi budaya. “Artinya, sebagian besar warisan budaya yang ada di Cirebon berasal dari Tiongkok. Dalam dunia arsitektur, interior ruang di Cirebon selalu melekat dengan gaya arsitek China. Tidak hanya itu, Nasi Jamblang yang kini menjadi makanan khas Cirebon itu merupakan sejarah dari China. Di mana Nasi Jamblang itu dibuat oleh Ibu Tan Piau Lun orang China. Karena warga sekitar sulit menyebutkan nama China, jadi warga memanggilnya Nyai Pulung. Sekarang Nasi Jamblang menjadi makanan khas Cirebon,” jelasnya. Sementara itu, Penasihat Yayasan Keratuan Singapura Cirebon Permadi Budi Atma mengatakan, ziarah ke Putri Ong Tien sudah dilakukan keturunan Tionghoa. Namun, kali ini diagendakan dalam bentuk kegiatan Grebeg Ngunjung ke Makam Putri Ong Tien dan Sunan Gunung Jati. “Ziarah ini bagian dari mengurai sejarah yang belum terbuka. Keratuan Singapura menjadi inisiator untuk membuka sejarah asal-usul Cirebon,” ucapnya. Menurutnya, membuka sejarah yang masih terlipat itu sangat penting untuk menjaga martabat bangsa Indonesia, khususnya Cirebon. Salah satunya, Keratuan Singapura merupakan kerajaan pertama sebelum kerajaan Cirebon berdiri. Permadi menambahkan, sejauh ini masyarakat hanya mengetahui sosok Putri Ong Tien yang merupakan istri Sunan Gunung Jati saja. Namun, tidak ada yang mengetahui secara rinci seperti apa pengaruh Putri Ong Tien semasa hidupnya di Cirebon. “Jauh sebelum Cirebon berdiri, ada sejarah yang belum diketahui masyarakat mengenai asal-usul Cirebon dan peran warga Tionghoa membangun Cirebon. Salah satunya kedatangan Laksamana Cheng Ho. Di Cirebon juga menyebarkan Islam bersama anggota rombongannya Syekh Kuro, hingga mempunyai keturunan dan berperan penting di daerah Jawa,” tandasnya. Di tempat yang sama, Plt Bupati Cirebon Selly Andriyani Gantina mengatakan, potensi Kabupaten Cirebon ternyata bukan hanya dari sisi ekonomi saja. Tapi, ada sisi kebudayaan yang harus dilestarikan, mengingat potensinya sangat bagus untuk multiplier effect untuk Kabupaten Cirebon. “Udangan dari etnis Tionghoa di Gerebeg Ngunjung di makam Sunan Gunung Jati dan Putri Ong Tien ini membuka mata pemerintah daerah. Agar pemerintah daerah peduli terhadap akulturasi budaya yang terjadi selama ini. Artinya, keberadaan etnis Tionghoa bisa menjadi bagian dari kebudayaan Caruban,” kata Selly. Dia berharap, pada Hari Jadi Kabupaten Cirebon nanti, semua etnis Tionghoa dan semua elemen masyarakat dari berbagai golongan bisa ikut terlibat menyukseskannya. Dari situlah, kemudian bisa dilihat bahwa rakyat Cirebon kaya akan budaya. “Awal pertemuan ini dengan etnis Tionghoa, ke depan akan terus diagendakan setiap tahunnya. Utamanya ziarah ke makam Sunan Gunung Jati bareng etnis Tionghoa,” pungkasnya.(sam) Sumbernya ada disini