WISATA

SEJARAH, WISATA, WISATA ZIARAH

Wisata Ziarah di Cirebon Dikelola Sekadarnya

CIREBON–Salah satu opsi branding pariwisata Kota Cirebon adalah City of Thousand Pilgrimage. Kira-kira artinya; kota dengan seribu tempat ziarah. Frasa ini masih jadi perdebatan, terutama mengenai arti kata pilgrimage yang dianggap kurang tepat mewakili tempat ziarah. Di luar perdebatan itu, bagaimana sesunggunya kondisi situs yang bakal dijadikan ikon destinasi wisata ziarah?  Juru Kunci Situs Petilasan Sunan Kalijaga Raden Edy mengatakan, situs tersebut masih jauh dari kata layak. Tidak ada tempat yang disediakan untuk para pengunjung yang datang. Sangat minim fasilitas. Pengunjung juga bisa memanfaatkan masjid atau area petilasan untuk sekedar duduk duduk dan beristirahat. “Untuk dikatakan sebagai tempat wisata ziarah masih jauh,” ujarnya kepada Radar Cirebon.Sementara itu, untuk biaya operasional pengelola hanya mengandalkan biaya swadaya dan  sumbangan sukarela dari para pengunjung. Tentunya hal itu sangat disayangkan mengingat situs tersebut merupakan salah satu bukti sejarah keberadaan walisongo.Menurut Edy, untuk hari hari biasa peziarah yang datang hanya sekitar 50 orang saja. Lonjakan biasanya terjadi menjelang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sehari bisa 15 bus yang datang. Masjid Merah Panjunan kondisinya juga tidak jauh berbeda. Masjid yang dibangun sekitar tahun 1480 itu secara fisik terlihat kokoh. Namun untuk daya tarik wisata, masih minim. Pengurus Masjid Merah Panjunan, Ipan mengatakan, peziarah yang datang jumlahnya tidak menentu. Kebanyakan pengunjung ini bukan wisatawan. Tapi memang peziarah. Biasanya menghabiskan waktu untuk berzikir. Meski ada juga yang datang sekalian berkunjung ke Keraton Kasepuhan. “Paling kalau mereka bertanya, ini masjid dibangun oleh siapa. Dari kapan fungsinya untuk apa. Ya saya kasih tau,” ucapnya. Untuk keperluan operasional, pengurus dan pengelola Masjid Merah Panjunan tidak menerapkan sistem tiket. Siapapun boleh berkunjung. Sehingga untuk keperluan operasional, seperti untuk biaya kebersihan dan kebutuhan lainya, hanya mengandalkan sumbangan. Kondisi lebih baik bisa dilihat di komplek Keraton Kasepuhan. Kepala Bagian Pemandu Wisata Badan Pengelola Keraton Kasepuhan, Raden Muhammad Hafid Pemadi, situs yang menjadi favorit para peziarah di komplek Keraton Kasepuhan adalah Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Dalem Agung Pakungwati. Rata rata pada hari biasa pengunjung yang datang 500 orang/hari. Sementara saat hari libur pengunjung yang datang bisa mencapai 1 ribu orang. Biasanya dari rombongan majelis taklim yang ziarah ke petilasan Dalem Agung Pakungwati peninggalan Pangeran Cakrabuana. “Ada yang tawasul, tahlil. Ada yang mandi dan ngambil air,” ucapnya Sumbernya dari sini

SEJARAH, WISATA

Sejarah Majalengka

Menyelisik Awal Berdirinya Kabupaten Majalengka Sejarah berdirinya Kabupaten Majalengka menemukan titik terang baru. Hal itu seiring dengan terpecahkannya tulisan hanacaraka jawa berbahasa Cirebon kuno yang terdapat di salah satu nisan di pemakaman kuno yang terletak di daerah perbukitan Desa Gunung Wangi, Kecamatan Argapura. Dari hasil penelusuran Komunitas Grup Majalengka Baheula (Grumala), ditemukan bahwa secara tata pemerintahan modern Kabupaten Majalengka lahir pada tahun 1840. Hal itu atas pertimbangan bahwa sebelum menjadi Kabupaten Majalengka, telah ada Kabupaten Maja yang menjadi cikal bakal dari Kabupaten Majalengka yang ada sekarang ini. Kabupaten Maja berdiri pada 1819, dipimpin oleh Rd. Aria Adipati Suria Adiningrat sebagai bupati. Dari catatan itu diketahui bahwa dia menjadi Bupati Maja sekitar 20 tahun, dari 1819 sampai 1839. Setelah itu, pusat pemerintahan dipindah ke Majalengka hingga saat ini. Hal itu juga didukung dari beberapa sumber lain, di antaranya Staatblad Belanda. “Tulisan nama Kanjeng Kiai Raden Aria Adipati Suria Adi Ningrat yang terdapat pada nisan berhuruf hanacaraka jawa ini berhasil dibaca oleh Kang Tarka Sutatahardja dan Kang Rawin Rahardjo yang sengaja didatangkan dari Indramayu,” kata salah satu penggiat Grumala, Naro. Kepemimpinan Rd. Aria Adipati Suria Adiningrat di Kabupaten Maja yang kemudian diubah menjadi Kabupaten Majalengka ada beberapa versi. Sebagian versi mengatakan bahwa dia memimpin kabupaten itu hingga 1839. Ada juga yang menyebutkan bahwa masa kepemimpinannya hingga 1849. Merujuk versi kedua, selain menjadi bupati saat pemerintahan masih di Maja, dia juga sempat memimpin saat pusat pemerintahan berganti ke Majalengka. “Yang jelas berdasarkan keterangan yang ada, setelah jadi bupati Majalengka, dia pindah ke Cirebon untuk kemudian jadi bupati lagi di sana. Periode itu masih di bawah pemerintahan kolonial. Kepemimpinanya di sana cukup singkat, dan akhirnya kembali ke Maja,” jelas Naro Setelah tidak lagi memimpin, Rd. Aria Adipati Suria Adiningrat mengabdikan dirinya untuk mengajar ngaji kepada masyarakat di Maja. Aktivitas itu dilakukannya hingga akhir hayatnya, pada 1852. “Di Cirebon, masa kepemimpinannya sangat singkat, berbeda saat di Majalengka. Setelah pindah ke Maja, dia jadi ulama dan orang di sana mengenal beliau dengan julukan Kanjeng Kiai atau Kiai Gede,” jelas dia. Terkait makamnya, disinyalir terletak di makam khusus untuk orang-orang penting. Bahkan, berdasarkan informasi dari warga sekitar, pemakaman itu sudah lama tidak lagi digunakan. “Sudah lama dan di sana juga memang tampak makam-makam kuno. Posisinya sendiri di atas di pegunungan. Itu mungkin dulunya semacam makam para raja,” ungkap dia. Dugaan bahwa makam itu merupakan makam kaum ningrat semakin kuat dengan adanya peninggalan-peninggalan yang masih tersisa. “Jika kita lihat-lihat, di sana ada batuan yang berbentuk meja dan tempat duduk juga ada bongkahan bata bata kuno, malah di tengah kompleks makam ada beberapa batu menhir tegak berdiri yang mungkin sebagai ciri bahwa di situ adalah makam-makam ningrat atau raja zaman dulu,” papar Naro Terpecahkannya tulisan yang menunjukkan bahwa pemerintahan Kabupaten Maja yang merupakan cikal bakal dari Kabupaten Majalengka dimulai pada 1819, bisa menjadi bahan untuk mengkaji ulang tentang sejarah kabupaten itu. Sebab, selama ini masyarakat luas menganggap bahwa Kabupaten Majalengka berusia 528 tahun. Hal itu diketahui dari angka yang muncul pada HUT Kabupaten Majalengka tahun lalu. Di sisi lain, jika merujuk awal masa pemerintahan Bupati Majalengka pertama, dengan merujuk catatan kuno itu, maka usia Kabupaten itu di angka 179 tahun, jauh lebih muda dari yang selama ini diketahui masyarakat umum. “Diharapkan banyak menimbulkan pertanyaan, untuk kemudian dilakukan kajian-kajian. Karena kalau berdasarkan catatan itu, usia Kabupaten Majalengka sangat berbeda dengan yang selama ini dikenal,” kata dia. Senada dengan Naro, penggiat Grumala lainnya, Ika Djatnika berharap dari pengungkapan itu bisa ditindaklanjuti dengan penelitian lebih mendalam yang melibatkan berbagai unsur. “Karena prinsipnya sejarah harus berdasarkan data dan fakta,” tegas dia. Komunitas Grumala yang diketuai Andi Iman beberapa kali telah sukses mengungkap penemuan yang berkaitan dengan sejarah Majalengka. Selain tentang Majalengka di masa pemerintahan kolonial, komunitas ini beberapa kali telah menelusuri peninggalan purba. Bahkan, saat dilakukan penelitian oleh para ahli, mereka kerap dilibatkan untuk melakukan pendampingan. berdasarkan sumbernya dari sini

SITUS CIREBON, WISATA

Desa Astana dan Jatimerta Jadi Kampung Wirausaha

foto http://jabar.tribunnews.com Selasa 31 Januari 2017 tahun lalu Pemerintah Kabupaten Cirebon menetapkan dua desa di Kecamatan Gunungjati sebagai sebagai kampung wirausaha, Desa Astana dan Desa Jatimerta. Bupati Cirebon, Sunjaya Purwdisastra, mencanangkan kampung wirausaha yang dipusatkan di Balai Desa Astana, Kecamatan Gunungjati. Kadin UMKM Kabupaten Cirebon, Erus Rusmana, menyatakan dua desa ini merupakan kawasan daerah wisata religius. Karena itu,ia mengharapkan pelaku usaha kecil dan menengah di dua desa itu mampu menjadi penunjang destinasi wisata yang ada. Erus menambahkan, Desa Astana dan Desa Jatimerta dijadikan sebagai kampung wirausaha karena ada beberapa faktor di antaranya (karena) kedua desa itu relatif sudah banyak pelaku usaha kecil dan menengah. Menurutnya, sebelumnya, ada pembinaan, pemberian fasilitas, pelatihan, dan program bagi pelaku usaha kecil dan menengah di Desa Astana dan Desa Jatimerta. Erus mengharapkan dua kampung wisata itu menginspirasi munculnya kampung-kampung wirusaha baru. Kampung wirausaha adalah satu di antara delapan program unggulan Kabupaten Cirebon. Bupati Cirebon pun berharap kehadiran kampung wirausaha mampu mendorong pelaku usaha untuk lebih meningkatkan usahanya.  (setda.cirebonkab.go.id)

KULINER, WISATA

Empal Gentong Legendaris di Cirebon

PERNAH dengar nama empal gentong? Makanan khas Cirebon yang lezat ini masih terus eksis hingga sekarang. Banyak pedagang yang menjajakan dari mulai menggunakan gerobak hingga restoran ternama. Bisa dibilang empal gentong hampir serupa dengan gulai, namun yang paling membedakan adalah cara memasaknya. Empal gentong memiliki keunikan karena dimasak di dalam sebuah gentong. Empal gentong pertama kali diperkenalkan dari Desa Battembat, Cirebon. Lalu mulai berkembang ke berbagai pelosok di kota ini. Gentong yang digunakan terbuat dari tanah liat. Alasan menggunakan gentong sebagai alat masak adalah diyakini cara ini membuat cita rasa menjadi lebih nikmat. Bumbu juga akan semakin meresap ke dalam potongan isian, yaitu daging sapi, usu, babat, dan kikil. Sebagai pelengkap rasa, empal gentong biasanya ditaburi kucai dan serbuk cabai. Satu porsi empal gentong disajikan dengan sepiring nasi atau lontong dan juga dorokdok. Dorokdok adalah kerupuk dari bahan kulit sapi atau kerbau. Perpaduan yang pas untuk disantap. Ini beberapa kedai empal gentong legendaris di Cirebon 1. Empal Gentong Ibu Dharma Empal gentong Ibu Dharma adalah salah satu tempat makan paling tua dan legendaris di Cirebon. Warung ini kini dikelola oleh anak dari Ibu Dharma yang sudah lama meninggal dunia. Potongan daging dan tetelannya pun besar dan banyak. Harga satu porsinya adalah Rp24.000 sudah dengan sepiring nasi atau lontong. Di sini juga disediakan tambahan dorokdok seharga Rp. 8.000 per porsi. Tempat makan ini buka dari pukul 08.00-16.00. Atau bahkan bisa tutup lebih awal jika sudah ludes. Lokasinya berada di Jalan Diponegoro No. 21 Cirebon. 2. Empal Gentong Amarta Amarta bertempat di Jalan Ir. H. Juanda No. 37, Battembat, Cirebon. Tidak hanya menyajikan menu empal gentong, Amarta juga menyajikan menu lain, yaitu empal asem. Kuah empal asem tidak menggunakan santan, melainkan terbuat dari dari perpaduan belimbing wuluh dan asam jawa. Empal gentong Amarta buka pukul 09.00-20.30 setiap hari. Satu porsinya dihargai Rp24.000 dan ditambah Rp5.000 untuk sepiring nasi. 3. Empal Gentong Apud Tidak jauh dari Amarta, empal gentong Apud berlokasi di Jalan Ir. H. Juanda No. 24, Battembat, Cirebon. Kini Empal Apud telah memiliki tiga cabang di Cirebon, dua lainnya berlokasi di Jalan Tuparev dan kawasan Trusmi. Di sini juga tersedia menu empal asem dan sate kambing. Satu porsi empal gentong dan empal asem dijual dengan harga Rp23.000 dan ditambah Rp5.000 untuk sepiring nasi. Empal Apud buka dari pukul 08.00-17.00. (Elvin Rizki Prahadiyanti)***  Sumbernya disini

WISATA

Tempat Faporit Menyantap Nasi Jamblang Cirebon

Berdasarkan penilain para wisatawan yang berkunjung ke cirebon, ada tiga Tempat Favorit Menyantap Nasi Jamblang Khas Cirebon NASI putih porsi kecil dengan pilihan menu lauk pauk beragam tidak hanya ditemui di Yogyakarta dengan nasi kucingnya. Cirebon juga memiliki versinya sendiri, nasi jamblang! Nasi jamblang juga berupa nasi putih yang dibungkus kecil seperti nasi kucing. Bedanya, nasi ini dibungkus dengan daun jati. Alasannya agar nasi tidak cepat basi dan tetap pulen. Sekali makan, biasanya pembeli bisa makan sampai tiga bungkus nasi. Lauk-pauknya ada banyak pilihan. Mulai dari daging, tempe, sate telur puyuh, tetelan, cumi, pepes, dan lainnya. Kekhasan kuliner satu ini juga terletak pada sambalnya. Sambal terbuat dari irisan cabai merah yang tidak terlalu pedas. Berikut ini tiga tempat makan nasi jamblang yang populer di Cirebon. Selamat mencoba! Nasi Jamblang Ibu Nur Di tempat makan ini pembeli harus mengantre dan mengambil sendiri menu yang diinginkan. Harganya tiap menunya beragam, mulai dari dua ribu rupiah hingga belasan ribu rupiah. Tempat makan ini juga menyediakan menu lain seperti empal gentong, empal asem, dan es durian. Rumah makan ini berlokasi di Jalan Cangkring II No. 34, Kejaksan, Kota Cirebon. Buka setiap hari dari pukul 07.00-21.00 WIB. Nasi Jamblang Mang Dul Berada di pusat kota, tempat makan ini tidak pernah sepi pembeli. Lokasinya strategis, berada di sebrang Grage Mall, tepatnya di Jalan Doktor Cipto Mangunkusumo No. 8, Pekiringan, Kota Cirebon. Di depan tempat makan ini juga terdapat penjual es durian khas Cirebon. Buka setiap hari pukul 04.30-15.00 dan 17.00-00.00. Cocok untuk Anda yang kelaparan tengah malam. Nasi Jamblang Ibad Otoy Satu lagi tempat makan nasi jamblang favorit di Kota Cirebon, Ibad Otoy. Berlokasi di Jalan Doktor Mangunkusumo, tempat makan ini menyediakan parkir yang luas. Ibad Otoy biasanya lebih ramai saat malam hari. Buka Senin-Sabtu pukul 07.30-22.00. Semua tempat memiliki rasa dan keunikannya masing-masing. Tergantung selera lidah masing-masing. Tapi yang pasti, harganya tak akan bikin kantong bolong. Jika berkunjung ke Cirebon, jangan lewatkan mencicipi makanan khas Cirebon ini.

WISATA

Kapan Ziarah Ramah Peziarah?

Simalakama Kotak Amal & Peminta-mita Komplek Makam SGJ Oleh mustain* Peziarah butuh kenyamanan berziarah.  Namun nyatanya kenyamanan itu terasa maya,  jauh sebelum sampai tahlil berjama’ah di depan Pintu Pasujudan. Oleh kotak tanpa identitas dan peminta-minta yang tak bersahabat, kenyamanan dibegal di tengah jalan. Duh, Kenyamanan ziarah benar-benar terampas.  SAMPAI KAPAN? Angin segar wisata ziarah ketika Menteri Arief Yahya menyebutkan bahwa Kementerian Pariwisata akan fokus pada tiga hal untuk membangun dan memperbaiki tata kelola destinasi wisata ziarah, yakni pemasaran, destinasi, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Masih menurut Menteri Arief, mulai tahun depan, per satu lokasi destinasi wisata ziarah akan dialokasikan dana Rp 1 miliar untuk biaya pengelolaan destinasi khususnya sanitasi bersih. Sementara terkait SDM, pihaknya akan menyiapkan 100 orang perlokasi untuk memberikan bimbingan teknis soal hospitality di sebuah destinasi wisata ziarah. Lepas dari perdebatan peristilahan wisata kok ziarah, ziarah kok jadi wisata. di Cirebon banyak destinasi wisata ziarah. Salah satu yang banyak dikunjungi adalah Situs Makam Sunan Gunung Jati (SGJ), apalagi kalau malam Jum’at Kliwon. Destinasi ini terletak di desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, tak pernah lekang dari peziarah, tak pernah senyap dari gemuruh tahlil, non stop 24 jam.  Untuk Cirebon, kawasan ziarah Makam SGJ harusnya menjadi prioritas dilakukan pembenahan, utamanya SDM. Untuk revitalisasi fisik bangunan, sedikit banyak sudah pernah dilakukan pada era menteri Agung Laksono. Dan sebenarnya, tak harus sepenuhnya mengandalkan pecingan (kucuran dana segar) dari Kemenpan, pembenahan yang dimaksud ini bisa dilakukan segera oleh pihak-pihak yang punya otoritas di Komplek Makam SGJ. Selama ini isu utama keluhan yang membuat kawasan ziarah makam SGJ dinilai tak ramah para peziarah adalah peminta-minta. Beragam tipe dan modus peminta-minta di Komplek makam SGJ, yang sangat dikeluhkan para peziarah adalah peminta-minta yang memaksa bahkan menarik-narik baju, yang menguntit dari parkiran mobil hingga depan gapura pertama memasuki area komplek makam SGJ. Di tambah lagi, di gapura tersebut dihadang kotak-kotak tanpa identitas. Sampai Kapan Peminta-minta? Ahmath Saefudin, seorang peziarah dari Jakarta, mengeluhkan perilaku peminta-minta di kawasan ziarah makam SGJ. Saat itu selesai tahilan, ia keluar dari komplek makam SGJ, langsung menjadi target peminta-minta usia sekitar 15 tahun ke atas. Ia sudah meminta maaf tidak bisa kasih, malah si peminta-minta terus memaksa dan menguntit hingga parkiran mobil. Itu hanya satu di antara sekian keluh kesah para peziarah di komplek makam SGJ. Sebagian cerita keluh kisah itu bisa dengan mudah kita temukan di media sosial dan blog maupun website. Rata-rata para peziarah yang mengeluhkan perilaku peminta-minta di komplek makam SGJ kadang selalu membandingkannya dengan kawasan ziarah makam-makam wali songo lainnya. Mereka seragam berpendapat, perilaku peminta-minta di kawasan makam SGJ sangat mengganggu dan membuat suasana hati tak nyaman. Di kawasan makam wali songo lainnya tidak ditemukan perilaku peminta-minta se–mengganggu ini. Mungkin saja praktek Peminta-minta di kawasan ziarah makam SGJ tidak bisa dihentikan atau diusir. Karena (katanya) di masa lampau sudah pernah ditindak aparat keamanan pun, seminggu kemudian mereka beraksi lagi. Untuk itu, sepertinya perilaku mereka cukup ditatakramakan kembali agar lebih sopan, dan perlu pengawasan intensif di lapangan. Ini sangat dibutuhkan peran serta para pemangku kebijakan, baik dari pihak keraton maupun pemerintahan setempat. Katakanlah ini penanganan jangka pendek, tapi siapa tahu penuh greget, bisa berefek panjang ke arah yang lebih baik terhadap image wisata ziarah di Cirebon. Untuk mentatakramakan perilaku mereka, setidaknya diperlukan semacam papan reklame dan sejenisnya, berisikan himbauan kepada para peziarah dalam menyikapi peminta-minta. Sertakan juga aturan main, sanksi atau efek jera, bagi peminta-minta yang berperilaku ‘preman’.  Untuk penegasan, perlu juga terpampang foto sultan dan petinggi pemerintahan setempat pada papan reklame atau spanduk tersebut. Nantinya dipasang di tempat-tempat strategis, utamanya jalur sepanjang parkiran mobil menuju komplek makam SGJ. Dan diperlukan sepanjang jalur tersebut disiagakan beberapa petugas agar bisa ‘menjewer’ peminta-minta jika masih nakal dan meresahkan. Mungkin saja usul se-uprit di atas dipandang tidak efektif. Namun, Seefektif apapun tindakannya, persoalan yang sudah sangat mengakar dan sudah diketahui umum itu harusnya sudah selesai jika ketegasan dan keberanian benar-benar ada. Sampai Kapan Kotak Amal Penghalang Ziarah? Sesungguhnya sampai saat ini tidak ada tiket masuk bagi para peziarah yang hendak berziarah di komplek makam SGJ. Namun, kotak-kotak amal beserta penunggunya yang berderet di gapura pertama jalur masuk para peziarah, memberi kesan yang berbeda. Apa gerangan? Meresahkan: Kotak Amal & Penunggunya di Gapura paling depan Sekilas mungkin tak jadi persoalan keberadaan kotak-kotak beserta penunggunya itu. Kita kasih saja seikhlasnya, seadanya kita mau kasih. Kalau pun kita tidak ada krenteg ning ati (niat) mau kasih, karena mungkin tidak ada duit recehan, kita bisa langsung berlalu saja langsung menuju lokasi ziarah sembari sopan adat ketimuran dengan bahasa tubuh memohon maaf tidak bisa kasih. Tapi fakta merekam, kotak-kotak amal dan penunggunya itu menjadi keluhan dan keresahan kebanyakan peziarah. Apa sebab? Sebut saja Ninuk, dalam salah satu portal informasi wisata, ia mengkisahkan pengalamannya berziarah di komplek makam SGJ. Ia mengalami langsung, menurutnya gebrakan tangan penunggu kotak amal menakut-nakuti peziarah apabila menolak untuk mengisi kotak. Dalam kisahnya Ninuk menyebutkan, berdasar informasi dari guidenya, upaya menertibkan konon sudah pernah ada. Sultan pernah memerintahkan mereka untuk berhenti meminta donasi tidak resmi tersebut, namun seminggu-dua minggu kemudian timbul kembali. Pengalaman serupa dialami Nanang, ia tidak ada duit receh hingga tak ada niat mengisi kotak, dengan bahasa tubuh yang sopan ia pun mengutarakannya, namun dihalangi untuk berlalu lewat dan memaksanya untuk mengisi kotak. Ia pun terpaksa mengeluarkan duit bukan recehan, dan sudah bisa ditebak pasti tidak bakal ada duit kembalian. Dengan perilaku menghalangi dan memaksa dari penunggu kotak itu, bermunculan tanya bernada su’udhon, sungguh di kemanakan isi kotak itu? Apakah benar untuk kebutuhan pemeliharaan komplek makam SGJ? Atau masuk ke kotak kantong pribadi dengan mencatut kuasa sultan? Perlu penelusuran lebih lanjut untuk menemukan ujung jejaknya. Namun bagaimanapun, dengan kasat mata melihat perilaku mereka, itu sudah cukup bagi kita untuk mengatakan alangkah indahnya jika jalur utama menuju komplek makam SGJ terbebas dari ranjau kotak-kotak yang meresahkan. Steril selamanya, demi kenyamanan para peziarah. Kotak infaq Pengajiandepan lawang Krapyak Di area dalem kawasan komplek makam SGJ, di samping Paseban Soko/Paseban Brai dan depan Lawang Krapyak sebelum masuk pekemitan/pesambangan, sebenarnya ada kotak amal juga. Tapi sepertinya berbeda, kotak amal tersebut sudah jelas peruntukannya dan

SEJARAH, SITUS CIREBON, WISATA

Doa, Dupa, dan Peziarahan Cirebon [Bagian 1-6]

TEMPO.CO, [Okt 2012] Cirebon – Siang lepas zuhur, Imam, 35 tahun, khusyuk melafalkan kalimat La Ilaa ha Illa Allah di bangsal Pesambangan kompleks makam Sunan Gunung Jati, Gunung Sembung, Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Suaranya mendengung, menggema di seluruh kompleks makam. Serombongan dengannya, puluhan peziarah tua-muda, laki-perempuan, turut berdoa mengikuti alur zikir Imam. Mereka duduk bersila menghadap ke arah pintu Lawang Gedhe, yang seporos lurus ke arah kuburan Sunan Gunung Jati di puncak gunung. Sudah lebih dari satu jam mereka membaca Tahlil, Yasin, dan Salawat Nabi di kompleks makam pada Mei 2010. Mereka percaya roh Sunan Gunung Jati yang dimakamkan di situ dapat membantu mendekatkan diri mereka dengan Tuhan, memberikan berkah, dan melapangkan jalan hidup. Sementara itu, ribuan peziarah lain berdesak-desakan keluar-masuk kompleks makam, untuk antre mendapatkan tempat berziarah, menabur bunga, membaca Al-Quran, bersedekah, juga berbaur dengan ratusan pengemis dan para juru kunci makam. Imam dan rombongannya berasal dari Kediri, Jawa Timur. Sudah empat hari rombongan naik bus menjalani wisata ziarah Wali Songo, yaitu wisata mengunjungi makam-makam sembilan wali penyebar Islam di Jawa pada abad ke-15 dan ke-16. Hari pertama dan kedua, mereka berziarah di makam-makam wali di seputar Surabaya dan Lamongan, Jawa Timur. Hari ketiga di Tuban, Kudus, dan Semarang, Jawa Tengah. Kemudian di hari keempat, di makam Sunan Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. “Sudah empat kali saya berkunjung ke sini,” ujar Imam, yang mengaku ziarah ke makam Sunan Gunung Jati selain untuk wisata dan beribadah, juga untuk mendapatkan karomah obat mujarab bagi kesembuhan saudaranya. Sudah tiga tahun saudaranya sering mengalami demam dan sesak napas, meski telah diobati dokter. Untuk mendapatkan karomah itu, Imam menaruh satu botol air Aqua di depan pintu Lawang Gedhe tempatnya berdoa. Ia percaya selama ritual doa berlangsung, air dalam botol itu akan mendapatkan limpahan energi spiritual, yang kalau diminum, Insya Allah akan bisa membantu menyembuhkan sakit saudaranya. Di Cirebon, rombongan Imam tinggal dua hari. Selain ke makam Sunan Gunung Jati, mereka juga mengunjungi berbagai situs peziarahan Islam yang banyak tersebar di Cirebon. —–—————————————————— TEMPO.CO, Cirebon – Di Cirebon, banyak terdapat situs peziarahan Islam. Satu di antaranya adalah makam Sunan Gunung Jati. Imam, 35 tahun, dan rombongannya yang berasal dari Kediri, Jawa Timur, menyambangi makam Sunan Gunung Jati pada hari ketiga dari empat hari wisata ziarahnya. Sunan Gunung Jati (1478-1568), atau Syarif Hidayatullah, yang mereka ziarahi, merupakan wali paling berpengaruh dalam pengislaman Jawa wilayah bagian barat. Ia juga pendiri dan raja pertama Kasultanan Cirebon. Kompleks makam seluas 5 hektare yang telah berusia lebih dari enam abad itu terdiri dari sembilan tingkat pintu utama, yakni pintu Lawang Gapura di tingkatan pertama, pintu Lawang Krapyak, Lawang Pasujudan, Lawang Gedhe, Lawang Jinem, Lawang Rararoga, Lawang Kaca, Lawang Bacem, dan Lawang Teratai di puncak kesembilan. Wisatawan hanya diizinkan berkunjung sampai bangsal Pesambangan, di depan pintu Lawang Gedhe, di tingkatan pintu keempat. Sedangkan pintu kelima sampai kesembilan terkunci rapat, hanya sesekali dibuka khusus bagi anggota keluarga Kerajaan Cirebon, atau orang yang mendapat izin khusus dari Keraton Kasepuhan Cirebon, atau pada momen-momen tertentu seperti pada malam Jumat Kliwon, Maulud Nabi, Gerebeg Idul Fitri, dan Gerebeg Idul Adha. Pada saat itu, pintu satu hingga pintu ketujuh dibuka untuk umum, tetapi pengunjung tetap dilarang menerobos sampai ke bangsal Teratai, tempat kuburan Sunan Gunung Jati beserta istri-istrinya bersemayam. Di kompleks ini, pengunjung dilarang memotret, apalagi mengambil video. “Itu sudah peraturan. Mesti ditaati,” ujar Pak Tawi, 54 tahun, pemandu wisata dan juru kunci makam, kepadaTempo. —–—————————————————— TEMPO.CO, Jakarta – Sastrawan Pramoedya Ananta Toer dalam salah satu karya besarnya, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (2005), mengisahkan Cirebon muncul dalam arus utama sejarah Nusantara baru sejak masuknya Islam yang dibawa pedagang pribumi. Di masa kejayaan Hindu, Cirebon kurang penting. Cirebon masuk peta sejarah, tak lepas dari kisah dan peranan Sunan Gunung Jati. Jejak-jejak wali penyebar Islam itulah yang kini menjadi tujuan ziarah ribuan wisatawan. Di antaranya empat bangunan keraton di Cirebon yakni Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan, dan Keprabon, yang semuanya keturunan Sunan Gunung Jati. Sepeninggal Sunan Gunung Jati, pada 1677, Kasultanan Cirebon pecah menjadi tiga pemangku adat yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom dan Panembahan, yang masing-masing membawahi wilayah sendiri-sendiri, yakni Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, dan Perguron Keprabon. Belakangan, Keraton Kanoman pecah memunculkan keraton baru yakni Kacirebonan. Keraton Kasepuhan dan Kanoman Memiliki arsitektur perpaduan Sunda, Jawa, Islam, Cina, dan Belanda, Keraton Kasepuhan merupakan istana tertua di Cirebon. Didirikan 1529 oleh Pangeran Mas Mohammad Arifin II, cicit Sunan Gunung Jati. Ada banyak bangsal yang masing-masing memiliki fungsi sendiri-sendiri di kompleks istana. Di antaranya bangsal Prabayaksa, dindingnya dibangun dari keramik dinasti Ming 1424, Cina, dan keramik Delf Blue, dari Delf, Belanda, 1745. Relief Delf Blue menceritakan perkelahian Habil dan Qobil keturunan Adam, cerita dari perjanjian lama dari Bibel, dan kisah percintaan Nabi Harun dan Siti Zulaikah. “Hadirnya keramik-keramik Cina dan Belanda menunjukkan semangat multikulturalisme dari keraton Cirebon sejak awal dibangun. Ini kerajaan Islam yang menghormati dan mengakui agama dan kebudayaan lain,” ujar Muhammad Maskun, lurah keraton Kasepuhan kepada Tempo. Museum Keraton Kasepuhan menyimpan aneka koleksi bernilai tinggi seperti  wayang golek, topeng, keris, meriam, mebel, dan berbagai macam senjata api, samurai, dan perlengkapan perang hasil pampasan armada perang Portugis abad 15.  Di museum juga tersimpan Kereta Singa Barong yang telah berusia 500 tahun, dan Tandu Garuda Mina yang dianggap suci dan keramat. Sedang Keraton Kanoman didirikan 1588 oleh Sultan Kanoman I atau Sultan Badridin. Museum keraton ini menyimpan banyak peninggalan Sunan Gunung Jati, di antaranya  kereta Paksi Naga Liman dan Paksi Jempana, yang dulu dipakai langsung Sunan Gunung Jati, dan masih terawat baik hingga kini. Aktivitas wisata di kedua keraton ini tak lepas dari wisata peziarahan. Banyak pengunjung bersemedi dan membakar kemenyan di bawah kereta Singa Barong dan Tandu Garuda Mina di Keraton Kasepuhan, atau tirakatan di bawah kereta Paksi Naga Liman dan Jempana di Keraton Kanoman. “Kadang ada yang bertapa sampai beberapa hari,” ujar Maskun. Mauludan, atau peringatan hari lahir Nabi Muhammad pada tanggal 12 bulan Maulud dalam kalender Jawa, merupakan puncak wisata peziarahan di kedua kompleks keraton ini. Pada perayaan Mauludan, dilakukan prosesi jamasan atau penyucian benda-benda pusaka kerajaan, dan aneka sesaji digelar di Bangsal

WISATA

Trayek Angkotan Cirebon

Pada mulanya angkutan kota di Cirebon diberi kode G di depan kode angkotnya yang berasal dari kata Gunung Sari. Hal itu dikarenakan trayek angkutan kota Cirebon awalnya melalui daerah Gunung Sari. Setelah adanya Keputusan Walikota Cirebon No. 05 Th 1997, beberapa angkutan kota di Cirebon berubah kode awalan menjadi “D” yang berasal dari “Dukuh Semar” daerah terminal Cirebon berada. Adapun trayek angkutan kota di Cirebon berdasarkan Keputusan Walikota Cirebon No. 05 Th 1997 dapat kalian lihat di bawah: ·         Angkot D1/AX [Dukuh Semar – Pegambiran – Krucuk – Perumnas] Teminal Dukuh Semar – Jl. Elang – Jl. Rajawali – Perumnas Selatan – Jl. A Yani – Jl. Kalijaga – Jl. Kesunean – Jl. Yos Sudarso – Jl. Benteng – Jl. Sisingamangaraja – Jl. Cemara – Jl. Veteran – Jl. Kartini – Jl. Dr. Wahidin – Jl. Slamet Riyadi – Jl. Diponegoro – Jl. Samadikun – Jl. Sisingamangaraja – Jl. Syarief Abdurakman – Jl. Kantor – Jl. Yos Sudarso – Jl. Kesunean – Jl. Kalijaga – Jl. A. Yani – Perumnas Selatan – Perumnas Utara – Jl. Elang – Terminal Dukuh Semar Jaringan Trayek di Perumnas Selatan meliputi : Jl. Ciremai raya – Jl. Gn Guntur – Jl. Gn Kelud – Jl. Gn Salak – Jl. Gn Galunggung – Jl. Gn Merbabu – Jl. Gn Agung – Jl. Gn Bromo Jaringan Trayek di Perumnas Utara meliputi : Jl. Parkit – Jl. Rajawali – Jl. Elang. (tidak dilalui) ·         Angkot D2 [Dukuh Semar – Majasem – Pemuda – Kartini – Pasar Pagi (PGC) – Kesambi] Teminal Dukuh Semar – Jl. Pangeran Drajat – Jl. Kesambi – Jl. Ny Mas Gandasari – Jl. Pekiringan – Jl. Pekalipan – Jl. Pulasaren – Jl. Merdeka – Jl. Benteng – Jl. Sisingamangaraja – Jl. Samadikun – Jl. Diponegoro – Jl. Slamet Riyadi – Jl. Dr. Wahidin – Jl. Tuparev – Jl. Brgjend Dharsono – Jl. Perjuangan – Jl. Majasem – Jl. Kanggraksan – Jl. A Yani – Jl. Dukuh Semar – Terminal Dukuh Semar. ·         Angkot D3 [Dukuh Semar – Majasem – Pemuda – Kartini – Pasar Pagi (PGC) – Kesambi] Teminal – Dukuh Semar – Jl. Elang – Jl. Rajawali – Jl. A. Yani – Jl. Kanggraksan – Jl. Kalitanjung – Jl. Pelandakan – Jl. Majasem – Jl. Perjuangan – Jl. Brigjend Dharsono – Jl. Pemuda – Jl. Dr. Cipto – Jl. RA Kartini – Jl. Karanggetas – Jl. Pekiringan – Jl. Petratean – Jl. Pulasaren – Jl. Lawanggada – Jl.Kesambi – Jl. Pangeran Drajat – Terminal Dukuh Semar ·         Angkot D4/BX [Dukuh Semar – Kedawung – Tuparev – Cirebon Mall – Pasuketan] Teminal – Dukuh Semar – Jl. Elang – Jl. Rajawali – Jl. A. Yani – Jl. Kanggraksan – Jl. Kalitanjung – Jl. Evakuasi – Jl. Brigjend Dharsono – Jl. Tuparev – Jl. Dr Wahidin – Jl. Slamet Riyadi – Jl. Diponegoro – Jl. Samadikun – Jl. Sisingamangaraja – Jl. Syarief Abdurakman – Jl. Pasuketan – Jl. Pekiringan – Jl. Pekalipan – Jl. Lawanggada – Jl. Kesambi – Jl. Pangeran Drajat – Terminal Dukuh Semar ·         Angkot D5 [Dukuh Semar – Jagasatru – Pasuketan – PGC – Surya – Krucuk – Stasiun – Grage – Cipto – Terminal – Perumnas] Teminal Dukuh Semar – Jl. Elang – Jl. Rajawali – Perumnas Selatan – Jl. Rajawali – Jl.Pangerang Drajat – Jl. Kutagara – Jl. Jagasatru – Jl. Pekawatan – Jl. Pulasaren – Jl. Merdeka – Jl. Kebumen – Jl. Pasuketan – Jl. Pekiringan – Jl. Petratean – Jl. Pulasaren – Jl.Lawanggada – Jl. Nyi Mas Gandasari – Jl. Pangeran Suryanegara – Jl. Sukalila Selatan – Jl.Siliwangi – Jl. Slamet Riyadi – Jl. Dr. Wahidin – Jl. Dr. Cipto – Jl. Pangeran Drajat – Terminal Dukuh Semar ·         Angkot D6 [Dukuh Semar – Kesambi – Drajat – Grage – Krucuk – Stasiun – PGC – Karang Getas – Kesambi – Perum Rajawali] Teminal Dukuh Semar – Jl. Pangeran Drajat – Jl. Kesambi – Jl. Ny Mas Gandasari – Jl. Tentara Pelajar – Jl. Dr.Cipto – Jl. Dr. Wahidin – Jl. Slamet Riyadi – Jl. Siliwangi – Jl. Karanggetas – Jl. Pekiringan – Jl. Pekalipan – Jl. Lawanggada – Jl. Kesambi – Jl. Pangeran Drajat – Perumnas Utara – Perumnas Selatan – Jl. Elang – Terminal Dukuh Semar Jaringan Trayek di Perumnas Selatan meliputi : Jl. Ciremai Raya – Jl. Gn Tampomas – Jl. Gn Agung – Jl. Gn Merbabu – Jl. Gn Galunggung – Jl. Gn Salak – Jl. Gn Malabar – Jl. Ciremai Raya Jaringan Trayek di Perumnas Utara meliputi : Jl. Elang – Jl. Rajawali Raya ·         Angkot D7 [Dukuh Semar – PGC – Kartini – Wahidin – Pilang – Kedawung – Tuparev – Grage – Pemuda – By Pass – Terminal] Teminal Dukuh Semar – Jl. Pangeran Drajat – Jl.Kutagara – Jl.Jagasatru – Jl. lawanggada – Jl. Nyi Mas Gandasari – Jl. Pangeran Suryanegala – Jl.Sukalila Selatan – Jl.Siliwangi(Pasarpagi) – Jl.RA Kartini – Jl. Dr. Wahidin – Jl. Raya Pilang – Kedawung – Jl. Tuparev – Jl. Dr. Cipto – Jl. Pemuda – Jl. Brigjend Dharsono – Jl. A. Yani – Terminal Dukuh Semar ·         Angkot D8 [Dukuh Semar – Grage – Kedawung – Wahidin – Kartini – PGC – Asia – Pekiringan – Jagasatru – Drajat – Terminal] Teminal Dukuh Semar – Jl. Pangeran Drajat – Jl. Dr. Cipto – Jl. Tuparev – Kedawung – Jl. Pilang Raya – Jl. Dr Wahidin – Jl.RA Kartini – Jl. Siliwangi – Jl. Karanggetas – Jl.Pekiringan – Jl.Petratean – Jl.Jagasatru – Jl. Kutagara – Jl. Pangeran Drajat – Jl. Rajawali – Jl. Elang – Terminal Dukuh Semar ·         Angkot D9 [Dukuh Semar – Kedawung – Evakuasi – Kanggraksan – Kebun Pelok] Teminal Dukuh Semar – Jl. Pangeran Drajat – Jl.Kesambi – Jl.Dr Sudarsono – Jl. Dr. Cipto – Jl. Tuparev – Jl. Brigjend Dharsono – Jl. Evakuasi – Jl.Kalitanjung – Jl. Jendral Sudirman – Kebon Pelok – Sitopeng (BTN) – Benda Sitopeng Kebon Pelok – Jl. Katiasa – Jl. Dukuh Semar – Terminal Dukuh Semar ·         Angkot D10 [Dukuh Semar – Benda] Terminal

WISATA

Uniknya Batik Cirebon Motif Kumpeni

oleh. Zahra Bagi masyarakat pecinta batik tentu sudah tidak asing lagi dengan batik Cirebon. Salah satu motif batik Cirebon yang terkenal adalah motif megamendung. Selain motif megamendung, batik Cirebon juga memiliki motif lain yang tak kalah menarik yaitu motif kumpeni. Mungkin masih banyak yang belum mengenal batik motif kumpeni. Motif kumpeni ini dahulu kala konon banyak dibuat oleh pengusaha Belanda di Pekalongan dan Cirebon. Pembuatan batik motif kumpeni di Cirebon sendiri banyak dikerjakan oleh pengrajin batik di desa Trusmi. Desa Trusmi memang menjadi sentra kerajinan batik di Cirebon dan dijadikan sebagai tujuan wisata belanja batik Cirebon. batik tulis kumpeni motif tentara VOC  dan penduduk pribumi (foto dok. Pribadi Zahra) Ciri batik kumpeni motifnya menggambarkan tentara VOC pada jaman pendudukan Belanda di Indonesia. Biasanya menggambarkan tentara kompeni dengan senapan laras panjang/ bedil dan meriam menjadi ciri khasnya. Selain itu menggambarkan keseharian kehidupan penduduk semasa penjajahan Belanda seperti kehidupan petani, nelayan dan pedagang yang digambarkan dalam sehelai kain batik. Hal lain yang menjadi ciri motif kumpeni biasanya warna latar kain batik dibiarkan berwarna putih, tapi ada juga yang latarnya diberi warna. Jika motif batik lainnya lebih menitikberatkan pada ornamen flora dan fauna serta berbagai bentuk simbol tertentu yang tertuang dalam sehelai kain batik, yang menjadikan batik memiliki makna filosofis pada setiap motifnya. Sedangkan pada motif kumpeni yang menjadi ciri khasnya adalah makna yang jelas pada motif batiknya dengan adanya gambar yang bercerita. Ibarat relief yang terpahat pada dinding candi yang menggambarkan rangkaian cerita bersejarah. Begitupun dengan batik motif kumpeni, dengan melihat gambar di sehelai kain batik motif kumpeni, kita seperti dibawa melihat gambaran masa-masa jaman dahulu saat penjajahan Belanda dan aktifitas kehidupan masyarakatnya saat itu. batik tulis kumpeni motif binatang jerapah, kuda dan gajah (foto dok. zahra) Melihat perkembangan batik motif kumpeni saat ini tergolong unik, jika dulu motif kumpeni lebih menggambarkan kehidupan pada masa-masa pendudukan Belanda. Maka sekarang motif kumpeni lebih berkembang lagi dengan design motif mengikuti perkembangan jaman. Saat ini batik kumpeni motifnya tidak hanya menceritakan kehidupan masa pendudukan Belanda, tapi disesuaikan dengan cerita kehidupan masa kini. Ya, sekarang kan bukan lagi jaman kumpeni. Lalu kenapa batik kumpeni yang motifnya kehidupan masa kini tetap disebut batik motif kumpeni? Mungkin karena tetap ada ciri khas motif kumpeni yaitu gambar motif yang bercerita tentang kehidupan. batik tulis kumpeni motif pedagang (foto dok. zahra) Jadi bagi masyarakat pecinta batik yang menyukai batik motif kumpeni ada dua pilihan, bisa memilih batik kumpeni dengan motif asli tempo dulu yang menggambarkan kehidupan masa penjajahan Belanda atau batik kumpeni yang bermotif kehidupan masa kini. Sehingga tidak heran jika kita berkunjung ke sentra kerajinan batik Cirebon di Trusmi akan kita temui beraneka rupa motif kumpeni yang unik seperti motif dengan tema permainan anak, aktivitas memancing, pasar malam, pedagang keliling, permainan tenis, penari dan lain-lain. Bahkan ada juga motif batik kumpeni dengan tema kendaraan seperti mobil VW kodok dan motor scooter. batik tulis kumpeni motif  permainan anak (foto dok. zahra) Sekarang ini pengrajin batik mengkreasikan motif batik kumpeni sesuai perkembangan jaman. Inilah yang menjadikan motif batik kumpeni sekarang ini kelihatan unik dan terkesan modern. Kreatifitas seorang pembatik dalam menuangkan cerita kehidupan diatas kain batik menghasilkan motif batik kumpeni yang terkesan unik. sumber: Klik teng riki jeh…

WISATA

Cirebon, Kaya Budaya dan Simbol-simbol

Halaman Keraton Kasepuhan Cirebon, Rabu (6/7/2011). Keraton didirikan tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II yang merupakan cicit Sunan Gunung Jati. Di dalam keraton juga terdapat museum berisi benda pusaka, lukisan koleksi kerajaan serta kereta singa barong. Penulis : Fitri Prawitasari | Minggu, 3 Februari 2013 | 18:18 WIB Kompas.com: PERLU menemukan waktu yang tepat untuk berkunjung ke daerah atau tempat wisata tertentu. Bagaimana dengan Cirebon? Salah satu kota di Jawa Barat ini merupakan salah satu wisata unggulan. Selain akses transportasi yang mudah, kota ini pun merupakan salah satu pusat wisata budaya. Kepala Bidang Pariwisata Disporabudpar Kota Cirebon Chairul Salam yang ditemui di Keraton Kasepuhan Cirebon, Sabtu (2/2/2013), mengatakan bahwa Cirebon sebagai “The Gate of Secret” yang di dalamnya penuh potensi budaya dengan adanya simbol-simbol. Simbol yang ada di setiap pusat budaya, seperti Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman, sarat akan makna keagamaan, yaitu Islam. Maka, tak heran jika banyak wisatawan datang ke Cirebon pada saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Pada saat Maulid Nabi, menurut Chairul, kedua keraton yang ada di Cirebon akan mengadakan berbagai tradisi yang masih kental dengan adat serta menarik wisatawan untuk datang menyaksikan berbagai ritual menarik yang berlangsung. “Pada saat itu, masyarakat beramai-ramai datang tanpa diundang,” ujar Chairul. Saat perayaan Maulid mendatang, rencananya tidak hanya digelar ritual keagamaan, tetapi juga ditambah dengan konsep menarik lain yang menarik orang untuk datang. “Misalnya dengan menggelar busana Muslim,” katanya. Untuk tetap mengeksistensikan diri, baik tingkat nasional maupun internasional, dan lebih memperkenalkan kebudayaan Cirebon kepada khalayak luas, keraton kerap mengikuti berbagai kegiatan. Dalam waktu dekat Chairul menambahkan, keraton akan mengikuti Festival Keraton Nusantara yang akan digelar di Medan, Sumatera Utara. Editor :I Made Asdhiana. Sumber: Klik di sini

Scroll to Top